Tunas Daud...Tunas Daud...maklum Oracle sekolah di sana...

Minggu, 17 April 2011

Hari Sedih Datang Juga ( Finally... )

Finally, hari itu datang juga. Sesungguhnya bukanlah  hari yang kutunggu-tunggu. Karena tak ada seorangpun yang mau menunggu hari kematian orang yang disayanginya.
Hanya karena aku sadar bahwa setiap orang cepat atau lambat pasti 'pulang' maka hal ini juga tak terhindarkan dan jelas tak aku terima sebagai musibah tapi kenyataan yang memang sudah tertulis dan harus terjadi.


Suka atau tidak suka sudah bukan menjadi pilihan. Suka?  Ya, boleh dibilang begitu kalau tak mau dibilang bombastis...mungkin melihat beliau sakit lebih menyakitkan. Tapi Duka...itu sudah pasti!!!

Bapak memang sudah lama sakit diabetes yang akhirnya merembet ke jantungnya. Ya...Bapak menutup perjalanan hidupnya setelah terkalahkan dengan jantungnya.

Pagi-pagi sekali 30 Desember 2010, ibu sms dan mengatakan bahwa semalam Bapak anfal sekitar jam dua malam...tapi menjelang pagi Bapak tampak tenang kembali.
Jam sembilan aku telepon dengan Bapak dan kami sempat tertawa bersama-sama, aku masih mengatakan untuk selalu minum obat dan menjaga kesehatan, beristirahat karena menurut rencana tanggal 10 Januari 2011, Bapak dan Ibu akan mengunjungiku ke Bali.

Hampir setiap seperempat jam aku telepon untuk memantau perkembangan kesehatan Bapak, dan merencanakan untuk pulang ke Malang. Perencanaanku harus benar-benar matang karena kami usaha di bidang swasta jadi nggak bisa langsung ditinggal begitu saja. Apalagi aku akan membawa Ekel pulang ke Malang...long way to go...

Sore hari kegelisahanku tiba-tiba muncul. Hatiku kadang berdetak-detak kencang kemudian hilang lagi. Begitu seterusnya sampai menjelang malam ketika suamiku pulang dari proyek villanya. Tepat ketika kakak lelakiku menelepon dan mengatakan bahwa kondisi Bapak memburuk dan semakin payah. Aku takut seandainya terjadi sesuatu yang benar-benar tidak aku inginkan.

Sepuluh menit kemudian, Ibuku menelepon dan memintaku untuk berdoa, karena Bapak 'rupanya' dalam perjalanan untuk 'pulang'.
Dan di saat itu Ibu menawari untuk aku mengatakan sesuatu pada Bapak...dan kalimat yang aku ucapkan di telinga Bapak lewat telepon pada waktu itu adalah : 
" Bapak, mohon maaf di saat Bapak seperti ini saya tidak bisa menemani di sisi Bapak, tidak bisa memegang tangan Bapak, tapi saya meminta maaf atas segala kesalahan yang telah saya perbuat selama ini kepada Bapak. 
Saya merasa belum menjadi anak yang berbakti, anak yang belum bisa membalas kebaikan orang tua. Kalau Bapak mau pulang asal mengikuti Yesus, Bapak berangkat saja, saya nggak papa, saya ikhlas, saya rela. Bapak nggak usah khawatir saya akan menjaga Ibu. Saya sayang, sayang sekali sama Bapak. Selamat jalan..." 


 Di akhir teleponku ke Bapak menurut Ibu , Bapak masih menatap dalam ke Ibu dengan sedikit mengangguk.


Sesuai dengan dua permintaan terakhirnya yang menginginkan "keberangkatannya" harus dari rumah ( tidak mau ke Rumah Sakit ) dan yang kedua kepergiannya harus dalam pelukan Ibu...maka dengan diiringi doa yang dibisikkan di telinga Bapak dalam pelukan Ibu serta hanya dengan satu kali nafas terakhir Bapak pun pergi......
  

Aku sendiri tengah berada dalam doa dengan rangkaian  untaian rosario ketika tiba-tiba muncul bayangan Bapak dengan wajah yang masih muda berjalan menoleh padaku dengan senyum khasnya.

Bapak berpamitan padaku......

Benar saja lima menit kemudian kakakku menelepon dan mengabarkan bahwa Bapak positif telah benar-benar pergi... 

Aku menyadari setiap orang akan mati, aku juga menyadari bahwa Bapak dengan segala sakitnya juga akan pergi...semua sudah ada waktunya.
Hanya saja dengan segala kerelaan, keikhlasan  aku tetap menangis walau dengan kesadaran penuh.

Aku berangkat ke Malang...menemuimu Bapak....segera...secepatnya...tunggu aku pak.....



Sabtu, 16 April 2011

REST IN PEACE

Bapak, Teman, Sahabat, Kekasih, dan Cintaku  :

YOSEPH  SUNARNO DWIJOSUSASTRO
( dalam usia  75 tahun )

Malang, 30 Desember 2010  
20.15 WIB


 
 
 

Minggu, 10 April 2011

Nilai Sebuah Senyuman


Dia tidak meminta bayaran, tapi menciptakan banyak,

Dia memperkaya mereka yang menerimanya, tanpa membuat melarat yang memberinya.

Dia terjadi hanya sekejap namun kenangan tentangnya kadang kadang bertahan selamanya.

Tak seorangpun yang meskipun begitu kaya mampu bertahan tanpa dia, dan tak seorangpun yang begitu miskin tetapi menjadi lebih kaya karena manfaatnya.

Dia menciptakan kebahagiaan di rumah, mendukung niat baik dalam bisnis , dan merupakan tanda balasan dari kawan-kawan.

Dia memberi rasa istirahat untuk rasa letih, sinar terang untuk rasa putus asa, sinar mentari bagi kesedihan, dan penangkal alam bagi kesulitan.

Namun dia tidak bisa dibeli, dimohon, dipinjam atau dicuri karena dia adalah sesuatu yang tidak berguna sebelum diberikan kepada orang lain

Karena tak seorangpun yang begitu lebih membutuhkan senyuman daripada mereka yang tidak punya lagi yang tersisa untuk diberikan !!

( Dale Carnegie , from How to Win Friends and
Influence People )

Sabtu, 02 April 2011

Kangen Gede....

Gede Eka " Dede " Mudahartayasa.....


( Datang : 31 Maret 1969 Pergi : 8 Januari 1993 )


Nggak ada hujan, nggak ada angin tiba tiba tiga hari terakhir ini aku teringat sama 'seseorang' yang pernah datang dan mengisi masa laluku.
Seorang pria sederhana, datang dari Bali Utara, berperilaku sopan dan rendah hati...


Aku mengenalnya sekitar tahun 1988, dari pertama kakiku menginjak kampus fakultas hukum di bukit jimbaran , tapi semuanya belum memberi arti.
Pertemanan kami dekat ketika kami mengikuti kerja sosial di Karangasem ketika teman teman yang lain 'pentas' di panggung dan aku bersama teman teman cewek yang lain naik ke atas kursi dan berpegangan pundak pundak yang ada di bawah kami, ternyata peganganku ada pada pundaknya..( itupun dia yang mengingatkan, maklum gelap kali ya jadi aku nggak begitu ngeh ..siapa orang yang aku jadikan pegangan..taunya pegangan sama temen sekelas aja gitu..hi..hi..hi..)


Karena kost yang nggak begitu jauh, hampir setiap hari sepulang kuliah kami bertemu, dan hari hari selanjutnya kami akhirnya selalu bersama sama berangkat ke kampus...dia hampir tak pernah absen untuk mengantar jemputku.


Pertemanan yang tulus & manis berlanjut menjadi hubungan teman tapi mesra , pertemanan dengan aroma percintaan...kedua orang tua kamipun mengetahuinya...so far so good-lah pokoknya.
Anak baik dari orang tua yang baik, untuk ukuran ganteng enggak begitu juga , walaupun posturnya boleh juga...tinggi besar..., dia lebih ke arah humoris tapi serius.
Kuliah jauh lebih serius bahkan kadang tugasku dia pula yang mengerjakan...selalu lulus ujian dengan nilai A minimal B ..jarang dia mendapat nilai C apalagi sampai nggak lulus.


Sampai semester 5 semuanya berjalan baik baik saja, kalau aku pulang mudik ke Batu, dia selalu rajin mengirim surat memintaku untuk segera kembali...kata katanya romantis...tapi sejujurnya romantisnya dia hanya di tulisan tulisan yang dia kirimkan saja, aslinya orangnya agak pemalu jadi ya 'gaya berpacaran' kami anteng anteng saja...sama sekali nggak ada yang 'nyerempet2 bahaya'.
Pulang dari liburan kembali ke kamps aku tidak menemukan dia, dan informasi yang aku dapat dia kena typus jadi harus opname.


Beberapa hari kemudian ketika kami bertemu di kampus, betapa kagetnya aku, setelah 2 minggu tak bertemu...mukanya kuyu..badannya kurus...
Firasatku mengatakan dia tak hanya kena typus tapi sesuatu yang lebih serius terjadi padanya.
Bapaknya sempat bertemu dan memintaku untuk membujuknya mau periksa ke dokter jantung...dan dengan sedikit memaksa aku berhasil menggiringnya untuk periksa di dokter ahli jantung ( Prof.Dr.Wita ) , dan dari pemeriksaan EKG, aku cukup terkesima karena dokter menyatakan jantungnya tidak stabil dan dalam stadium yang kronis, kekuatannya menurun drastis.
Hah...??? bagaimana mungkin, dua minggu sebelumnya tidak terjadi apa apa dengan dirinya...kini dengan badan kurus berjalan sempoyongan aku seperti tak mampu melihatnya, dalam setiap melangkah dia seperti menahan beban yang sangat berat...aku yakin semua itu kalah oleh semangatnya.


Dia tidak bisa mengikuti perkuliahan di semester berikutnya, dan bahkan beberapa kali aku ke Singaraja untuk melihat dia yang dirawat di rumah sakit, bahkan sempat menungguinya di UGD....sungguh menyakitkan dan menyesakkan melihat orang yang aku sayanagi terbaring tak berdaya.
Satu hal yang aku ingat ketika di dalam UGD ( tepat di sebelahnya ) ada seorang nenek yang meninggal...dia seketika terduduk memintaku untuk mendekapnya sambil menangis bahwa sebentar lagi dia akan mengalami hal yang sama.


Orang tua dan seluruh keluarganya sudah mengupayakan berbagai macam cara, hingga membawanya ke Jakarta...ketika mengantarnya ke bandara...melepasnya...melihat dia dipapah masuk ke dalam perut pesawat aku ragu dia bisa kembali ke Bali...
Dia kembali dari Jakarta membawa pemeriksaan di RS Harapan Kita, bahwa jantungnya telah bocor dan sebagian dari jantung itu telah mengeras...ya Tuhan...betapa berat cobaan ini...


Setiap ada kesempatan dan waktu aku mengunjunginya ke Singaraja yang dapat ditempuh kurang lebih 2 jam perjalanan.
Bahkan saking dekatnya hubungan kami, ayahnya sempat meminta aku untuk menikah dengannya sesegera mungkin...
Kunjungan terakhirku bulan Desember 1992, aku bertiga dengan teman cewek yang juga sahabat sahabatnya.
Dengan dibonceng adik ketiganya kami diajak ke desa asalnya , di kaki gunung di sebuah desa yang namanya Bebetin.
Hari itu kami habiskan dengan tertawa tergelak2...memanen rambutan dan es teh jamur...dan ketika kutatap dalam dalam dia tidak seperti orang yang tengah menari dalam bayang bayang kematian !!
Perjalanan pulang kami berpisah di Singaraja, sebetulnya dia memintaku untuk tinggal lagi sehari, tapi karena keesokan harinya aku harus mengurus persiapan KKN jadi aku tidak bisa memenuhi permintaannya.
Lambaian tanganku dibalasnya dengan anggukan dalam dan senyuman kecil...kenangan itu hingga sekarang tak juga bisa hilang.


9 Januari 1993, bangun tidur sekitar jam setengah tujuh di kost ku aku kedatangan tamu, yang tak lain adalah Dewi, adik kandungnya...dengan berurai air mata, tanpa bersuara dia mengangguk...dan aku hanya bertanya .."kapan kejadiannya?" dia bilang "kemarin sore..."
Dewi aku suruh pulang dulu, aku akan menyusul dengan kakakku...
Satu jam berikutnya aku sudah ada di daerah Bedugul...di tepi danau menunggu hujan agak mereda dengan kondisi sudah basah kuyup oleh hujan lebat...tapi aku masih bisa menyadari ada aliran hangat di pipiku...
Dan disaat itu pula aku menyadari bahwa kepergiaannya sama dengan tanggal dan bulan kepergiaan kakakku yang pertama...8 Januari, aku hanya menyimpulkan sendiri dengan setengah menghibur diri sendiri...mungkin dia tidak ingin dilupakan karena bagiku adalah juga tidak mungkin melupakan tanggal kepergian kakakku tercinta.


Melihat jenazah terbaring beku, hatiku miris...inikah badan yang sering menolong, membantu, memperhatikan, memanjakan, membuatku menangis dan tertawa...sudah tak bersukma...sudah pergi jauh tanpa meninggalkan kata-kata...
Apalagi yang bisa kulakukan untuknya selain mengirimkan penggalan doa.


Semingu sesudahnya aku kembali ke Bebetin mengikuti pemakamannya bersama beberapa teman...tak seperti kala menyaksikan tubuhnya terbaring diam untuk pertama kalinya, malah ketika jenazah hendak diberangkatkan hatiku seperti tak bisa menerima...terasa sakit ....aku hanya bisa menangis sekeras-kerasnya....ada sesuatu yang ikut pergi dari diriku...


Beberapa tahun berlalu, aku dihubungi keluarganya untuk proses pengabenan , hanya karena aku sudah di Malang dengan status bekerja aku tidak bisa hadir...
Tapi dia selalu datang dalam setiap mimpiku...


18 tahun telah berlalu tapi itu semua seolah masih seperti kemarin, hari ini rinduku semakin menjadi ketika aku melihat wajah sang adik ( yang ke empat ) muncul di layar tv swasta Bali sedang wawancara karena sang adik saat ini sebagai ketua KPU Bali..aku seperti melihat fotocopy dari wajah sang kakak...


Aku tau dia sudah ada di nirwana, sudah tak kesakitan, sudah tenang, sudah berbahagia..tapi aku kangen...dan hari ini tambah kangen padamu De...sumpah !!!




Selasa, 22 Februari 2011

Ekel Malas Sekolah ( ??? )


" Mommy, hari ini sekolah ? " , pertanyaan itu seolah menjadi pertanyaan wajib dari Ekel buatku setiap pagi, bahkan bisa dibilang kalimat pertama setelah matanya melek. Dan setiap jawabanku " Ya " , dia akan mulai berulah dan mencoba berkelit untuk tidak sekolah. Yang masih pileklah, masih batuklah, yang capeklah, yang ada 'bina iman', ada upacara, hujan sampai alasan terakhirnya BOSAN.

Suamiku bisa lebih memahami dan memaknai kata BOSAN dibanding aku, maklum suamiku dari kecil sekolahnya tidak teratur ( karena orang tua tidak komplit dan latar belakang yang sedikit suram !! ) , sedangkan aku dari latar belakang yang ketat dengan pendidikan , maklum ke dua orang tuaku pendidik , malu katanya kalau anaknya nggak berpendidikan. Jadi aku lebih stress dibanding daddy-nya Ekel.

Selama ini cara belajar Ekel di rumah ( menurutku sih ) memang tidak sama dengan teman teman sepermainannya di rumah yang kebetulan berusia sama. Di rumah, Ekel lebih bebas berekspresi...tembok rumah nggak pernah bersih dari coretan yang menurut dia lukisan bahkan gorden, pintu 'berantakan' kalau tidak bisa dibilang hancur.

Dia bermain games baik PS maupun games online anak-anak di laptop dengan bebas, jungkir balik di sofa, menaiki pintu dengan gaya kungfu, main tanah, main air...juga bebas. Aku merasa mengenal Ekel dengan baik, dia tak akan mau belajar dengan duduk manis berlama-lama di meja belajar. Dia mengenal angka karena dia belajar game, dia mengenal bahasa karena minta dibacakan buku setiap hari, dia bagiku termasuk anak yang penuh dengan celoteh alias ceriwis.

Bagiku dia bisa mengingat susunan lagu dalam CD berbahasa asing, menghafal judul bacaan sekaligus 30 cerita sekaligus menceritakaan kembali 'ala' anak-anak itu juga awal yang baik. Bahasa Inggris pun dia selalu dapat nilai A karena setiap hari kami usahakan selalu berkomunikasi bilingual.

Tapi kenapa Ekel bosan sekolah...hal pertama mungkin sekolahnya kepagian, enggak juga, dia bangun jam 6 pagi saat teman-teman kecilnya masih pada tidur, sekolahnya masuk jam setengah delapan. Ruwetnya Ekel adalah pada saat mulai mandi, ganti baju...masih dengan nonton Handy Manny..., Timmy Time..., Chuggington, Tinny Planet...atau apalagi itu..selalu dia membuat alasan berlama-lama, karena dia tau pintu gerbang akan ditutup, jadi yang terlambat tidak akan bisa masuk ke kelas.

Yang kedua, kebosanan adalah ada pada pelajaran, karena menurut Ekel dia bosan hanya mewarnai, mencocok, menggambar...itu itu saja. Mungkin baginya sesuatu seperti monoton dan kurang variatif. Sedangkan aku pernah konsul dengan seorang ahli tumbuh kembang 'kemungkinan' Ekel ini butuh satu langkah lebih di depan, alias butuh tantangan. Jadi kalau dia di Nol Kecil harusnya pelajaran untuk dia harus pelajaran untuk anak Nol Besar...

Seminggu kami diskusikan hal ini, dan melihat perkembangan yang nantinya kita takutkan semakin memburuk, akhirnya kami sepakat. Kami akan memindahkan Ekel ke sekolah lain untuk TK Nol Besar-nya. Aku sudah hunting ke beberapa sekolah..dan ada satu yang menurut kami bisa cocok dengan apa yang kami dan Ekel inginkan... Mudah-mudahan segalanya beres dan Ekel jadi nggak malas sekolah lagi.

Sekolahnya apa dan dimana?? Nanti aja deh, tunggu kalau Ekel sudah benar-benar pindah dan naik ke TK Nol Besar.....





Mudah-mudahan saduran ini bisa membantu para Ayah dan Ibu baru yang masih harus terus belajar menjadi orang tua sekalipun tak bisa sempurna....... [ pengalaman sendiri.com ]

Ayah Juga Lupa

( by W. Livingstone Larned )

Dengar, Nak : Ayah mengatakan ini pada saat kau terbaring tidur, sebelah tangan kecil merayap di bawah pipimu dan rambutmu keriting pirang lengket pada dahimu yang lembab. Ayah menyelinap masuk seorang diri ke kamarmu. Baru beberapa menit yang lalu, ketika ayah sedang membaca koran di ruang perpustkaan, satu sapuan sesal yang amat dalam menerpa. Dengan perasaan bersalah Ayah datang dan masuk menghampiri pembaringanmu.

Ada hal-hal yang Ayah pikirkan, Nak : Ayah selama ini bersikap kasar kepadamu. Ayah membentakmu ketika kau sedang berpakaian hendak pergi ke sekolah karena kau cuma menyeka mukamu sekilas sengan handuk. Lalu Ayah lihat kau tidak membersihkan sepatumu. Ayah berteriak marah tatkala kau melempar beberapa barangmu ke lantai.

Saat makan pagi Ayah juga menemukan kesalahan. Kau meludahkan makananmu. Kau menelan terburu buru makananmu. Kau meletakkan sikumu di atas meja. Kau mengoleskan mentega terlalu tebal di rotimu. Dan begitu kau baru mulai bermain dan Ayah berangkat mengejar kereta api, kau berpaling dan melambaikan tangan sambil berseru, "Selamat jalan, ayah!" dan Ayah mengerutkan dadi, lalu menjawab, "Tegakkan bahumu!".

Kemudian semua itu berulang lagi pada sore hari. Begitu Ayah muncul dari jalan, Ayah segera mengamatimu dengan cermat, memandang hingga lutut, memandangmu yang sedang bermain kelereng. Ada lubang-lubang pada kaus kakimu. Ayah menghinamu di depan kawan-kawanmu, lalu mneggiringmu untuk pulang ke rumah. Kaus kaki mahal, dan kalau kau yang harus membelinya, kau akan lebih berhati-hati!! Bayangkan itu, Nak, keluar dari pikiran seorang Ayah!!

Apakah kau ingat, nantinya, ketika Ayah sedang membaca di ruang perpustakaan, bagaimana kau datang dengan perasaan takut, dengan rasa terluka dalam matamu? Ketika Ayah terus memandang koran, tidak sabar karena gangguanmu, kau jadi ragu-ragu di depan pintu. "Kau mau apa?" semprot Ayah. Kau tidak berkata sepatah pun, melainkan berlari melintas dan melompat ke arah Ayah, kau melemparkan tanganmu dan melingkari leher dan mencium Ayah, tangan-tanganmu yang kecil semakin erat memeluk dengan hangat, kehangatan yang telah Tuhan tetapkan untuk mekar di hatimu dan yang bahkan pengabaian sekalipun tidak akan mampu melemahkannya. Dan kemudian kau pergi, bergegas menaiki tangga.

Nah, Nak, sesaat setelah itu koran Ayah terjatuh dari tangan Ayah, dan satu rasa takut yang menyakitkan menerpa Ayah. Kebiasaan apa yang sudah Ayah lakukan ? Kebiasaan dalam menemukan kesalahan, dalam mencerca, ini adalah hadiah Ayah untukmu sebagai seorang anak lelaki. Bukan berarti Ayah tidak mencintaimu ; Ayah lakukan ini karena Ayah berharap terlalu banyak dari masa muda Ayah. Ayah sedang mengukurmu dengan pengukur dari tahun-tahun Ayah sendiri.

Dan sebenarnya begitu banyak hal yang baik dan benar dalam sifatmu. Hati mungil milikmu sama besarnya dengan fajar yang memayungi bukit-bukit yang luas. Semua itu kau tunjukkan dengan sikap spontanmu saat kau menghambur masuk dan menciumi Ayah sambil mengucapkan selamat tidur. Tidak ada masalah lagi malam ini, Nak. Ayah sudah datang ke tepi pembaringanmu dalam kegelapan, dan Ayah sudah berlutu di sana, dengan rasa malu.

Ini adalah rasa tobat yang lemah; Ayah tau kau tidak akan mengerti hal-hal seperti ini kalau Ayah sampaikan kepadamu saat kau terjaga. Tapi esok Ayah akan menjadi Ayah yang sejati!! Ayah akan bersahabat karib denganmu, dan ikut menderita bila kau menderita, dan tertawa bila kau tertawa. Ayah akan mengigit lidah Ayah kalau kata-kata tidak sabar keluar dari mulut Ayah. Ayah akan terus mengucapkannya kata ini seolah-olah sebuah ritual : "Dia cuma seorang anak kecil ----anak kecil!!"

Ayah khawatir sudah membayangkanmu sebagai seorang lelaki. Namun, saat Ayah memandangmu sekarang Nak, meringkuk berbaring letih dalam tempat tidurmu, Ayah lihat bahwa kau masih seorang bayi. Kemarin kau masih dalam gendongan ibumu, kepalamu berada di bahu ibumu. Ayah sudah memintamu terlalu banyak, sungguh terlalu banyak.