Finally, hari itu datang juga. Sesungguhnya bukanlah hari yang kutunggu-tunggu. Karena tak ada seorangpun yang mau menunggu hari kematian orang yang disayanginya.
Hanya karena aku sadar bahwa setiap orang cepat atau lambat pasti 'pulang' maka hal ini juga tak terhindarkan dan jelas tak aku terima sebagai musibah tapi kenyataan yang memang sudah tertulis dan harus terjadi.
Suka atau tidak suka sudah bukan menjadi pilihan. Suka? Ya, boleh dibilang begitu kalau tak mau dibilang bombastis...mungkin melihat beliau sakit lebih menyakitkan. Tapi Duka...itu sudah pasti!!!
Suka atau tidak suka sudah bukan menjadi pilihan. Suka? Ya, boleh dibilang begitu kalau tak mau dibilang bombastis...mungkin melihat beliau sakit lebih menyakitkan. Tapi Duka...itu sudah pasti!!!
Bapak memang sudah lama sakit diabetes yang akhirnya merembet ke jantungnya. Ya...Bapak menutup perjalanan hidupnya setelah terkalahkan dengan jantungnya.
Pagi-pagi sekali 30 Desember 2010, ibu sms dan mengatakan bahwa semalam Bapak anfal sekitar jam dua malam...tapi menjelang pagi Bapak tampak tenang kembali.
Jam sembilan aku telepon dengan Bapak dan kami sempat tertawa bersama-sama, aku masih mengatakan untuk selalu minum obat dan menjaga kesehatan, beristirahat karena menurut rencana tanggal 10 Januari 2011, Bapak dan Ibu akan mengunjungiku ke Bali.
Hampir setiap seperempat jam aku telepon untuk memantau perkembangan kesehatan Bapak, dan merencanakan untuk pulang ke Malang. Perencanaanku harus benar-benar matang karena kami usaha di bidang swasta jadi nggak bisa langsung ditinggal begitu saja. Apalagi aku akan membawa Ekel pulang ke Malang...long way to go...
Sore hari kegelisahanku tiba-tiba muncul. Hatiku kadang berdetak-detak kencang kemudian hilang lagi. Begitu seterusnya sampai menjelang malam ketika suamiku pulang dari proyek villanya. Tepat ketika kakak lelakiku menelepon dan mengatakan bahwa kondisi Bapak memburuk dan semakin payah. Aku takut seandainya terjadi sesuatu yang benar-benar tidak aku inginkan.
Sepuluh menit kemudian, Ibuku menelepon dan memintaku untuk berdoa, karena Bapak 'rupanya' dalam perjalanan untuk 'pulang'.
Dan di saat itu Ibu menawari untuk aku mengatakan sesuatu pada Bapak...dan kalimat yang aku ucapkan di telinga Bapak lewat telepon pada waktu itu adalah :
" Bapak, mohon maaf di saat Bapak seperti ini saya tidak bisa menemani di sisi Bapak, tidak bisa memegang tangan Bapak, tapi saya meminta maaf atas segala kesalahan yang telah saya perbuat selama ini kepada Bapak.
Saya merasa belum menjadi anak yang berbakti, anak yang belum bisa membalas kebaikan orang tua. Kalau Bapak mau pulang asal mengikuti Yesus, Bapak berangkat saja, saya nggak papa, saya ikhlas, saya rela. Bapak nggak usah khawatir saya akan menjaga Ibu. Saya sayang, sayang sekali sama Bapak. Selamat jalan..."
Di akhir teleponku ke Bapak menurut Ibu , Bapak masih menatap dalam ke Ibu dengan sedikit mengangguk.
Sesuai dengan dua permintaan terakhirnya yang menginginkan "keberangkatannya" harus dari rumah ( tidak mau ke Rumah Sakit ) dan yang kedua kepergiannya harus dalam pelukan Ibu...maka dengan diiringi doa yang dibisikkan di telinga Bapak dalam pelukan Ibu serta hanya dengan satu kali nafas terakhir Bapak pun pergi......
Saya merasa belum menjadi anak yang berbakti, anak yang belum bisa membalas kebaikan orang tua. Kalau Bapak mau pulang asal mengikuti Yesus, Bapak berangkat saja, saya nggak papa, saya ikhlas, saya rela. Bapak nggak usah khawatir saya akan menjaga Ibu. Saya sayang, sayang sekali sama Bapak. Selamat jalan..."
Di akhir teleponku ke Bapak menurut Ibu , Bapak masih menatap dalam ke Ibu dengan sedikit mengangguk.
Sesuai dengan dua permintaan terakhirnya yang menginginkan "keberangkatannya" harus dari rumah ( tidak mau ke Rumah Sakit ) dan yang kedua kepergiannya harus dalam pelukan Ibu...maka dengan diiringi doa yang dibisikkan di telinga Bapak dalam pelukan Ibu serta hanya dengan satu kali nafas terakhir Bapak pun pergi......
Aku sendiri tengah berada dalam doa dengan rangkaian untaian rosario ketika tiba-tiba muncul bayangan Bapak dengan wajah yang masih muda berjalan menoleh padaku dengan senyum khasnya.
Bapak berpamitan padaku......
Benar saja lima menit kemudian kakakku menelepon dan mengabarkan bahwa Bapak positif telah benar-benar pergi...
Aku menyadari setiap orang akan mati, aku juga menyadari bahwa Bapak dengan segala sakitnya juga akan pergi...semua sudah ada waktunya.
Hanya saja dengan segala kerelaan, keikhlasan aku tetap menangis walau dengan kesadaran penuh.