Tunas Daud...Tunas Daud...maklum Oracle sekolah di sana...

Selasa, 25 Mei 2010

Berdamai Dengan Hati

Apa yang sebenarnya kusebut dengan masalah itu?
Bagiku masalah adalah ketika apa yang terjadi atau datang padaku ternyata tidak sesuai dengan apa yang kupikirkan, apa yang kuinginkan bahkan mungkin apa yang kubayangkan.
Ketika masalah datang dan aku lebih banyak merasa tidak siap dengan keadaan serta kondisi atas apa yang terjadi, apalagi jika masalah yang datang benar benar jauh di luar apa yang kubayangkan, dengan kata lain tidak ada 'persiapan' atas masalah ini. Tak ada prepare dengan menjaga hati dan mental apalagi solusi yang harus aku ambil.

Aku pernah mengalami 'masalah' yang benar benar aku anggap masalah ( sebelumnya dalam hidupku yang sok cuek ini..tanpa bermaksud meremehkan semua hal, masalah yang datang kupandang bukan sebagai sesuatu yang serius ) lama aku terpuruk dalam keadaan trauma dan schok berkepanjangan. Hidupku yang semula teratur menjadi berantakan, yang akhirnya berpengaruh pada kehidupan orang orang di sekelilingku. Awalnya hanya rasa tak sanggup melupakan dan menerima situasi yang bagiku teramat berat.

Bingung bertumpuk di dalam pikiran, aku justru mengusahakan banyak proses dengan melibatkan psikolog, rohaniawan bahkan ahli meditasi.
Beragam cara dan metode 'hanya untuk melupakan' tetapi nyatanya hati dan jiwaku belum bisa menerima 'masalah' ini.

Seorang sahabat, dengan tak banyak kata ( aslinya memang ngirit ngomong ) setiap berkomunikasi denganku hanya berpesan 'sabar...sabar..dan sabar..'
Dan syukur, dengan satu kata ini aku mulai bisa dengan tenang memikirkan segala langkah ke depan..pelan tapi pasti!!
Saat amarah dan kesedihan tiba tiba muncul, aku selalu berusaha sabar dan tenang. Aku tinggalkan semua metode teoritis , aku kembalikan kepada hatiku sendiri.
Dan semakin lama (aku sadar semua juga butuh waktu ) aku yakin dengan berbekal IKHLAS, PASRAH dan SABAR ...jiwaku akan bisa berdamai dengan hatiku.

Jumat, 21 Mei 2010

Ternyata Semua Orang Punya Masalah

Hari ini cuaca Pulau Bali yang biasanya panas menyengat tengah berpihak pada para petani, musim sepertinya sudah tidak dapat diprediksi lagi..dengan mendung yang tebal menghitam, Bali tengah diguyur hujan lebat. Dari sore hingga menjelang malam hujan tak juga berhenti bahkan sesekali diselingi dengan cahaya kilat dari arah Tanah Lot.

Menyendiri dalam dingin di teras depan rumah ditemani secangkir kopi hangat, duduk diam sendiri, membuat otakku bekerja sendiri. Mengingat segala masalah dan kejadian yang telah terjadi, yang ada hanya gambar gambar hitam dan menyedihkan. Ada yang telah usai tapi masih ada yang harus kulalui dan kucari jalan keluarnya. Sesaat merasa hanya diriku yang ditimpa masalah dan kemalangan ini.

Kemudian teringat akan sanak saudara , yang di Bojonegoro baru saja mengalami kecelakaan, ada yang sakit tapi tak mampu berobat ke rumah sakit karena kekurangan biaya. Yang di Jakarta kebingungan mencari biaya untuk kuliah anaknya, juga ada seorang ayah yang tak begitu diurusi anak anaknya.

Lantas giliran wajah sahabat dan teman dekatku yang silih berganti datang, yang pada kesempatan berbeda hadir dengan cerita dan kebingungan yang berbeda pula. Ada yang ribut karena alasan ekonomi, ada yang merasa gagal merantau, seorang istri yang tengah selingkuh dengan alasan puber kedua, seorang istri yang tidak tahan dengan sikap temperamen suaminya, ada seorang suami yang dituduh selingkuh, ada juga seorang suami yang mati matian bersabar mempertahankan rumah tangganya saat istrinya memohon perpisahan, ada sebuah rumah tangga yang dikhianati orang terdekatnya, ada teman yang merasa sia sia di umur yang sudah kepala 4 merasa belum 'laku-laku', juga ada suatu keluarga yang tiap hari diisi dengan keributan karena saling curiga...

Lihat sekeliling ( benar-benar nyata di sekelilingku ), ada seorang pemuda yang setiap hari duduk menunggu panggilan dari lamaran kerja, seorang gadis dengan perut membuncit menunggu dinikahi sang kekasih, seorang gadis kecil nan cantik duduk manis di atas kursi roda tanpa bisa berbuat apa apa, sepasang suami istri yang telah bertahun tahun menunggu kehadiran seorang anak, seorang janda yang harus bekerja keras jualan nasi kuning untuk menghidupi anak anaknya, dua tetangga yang berkelahi dengan alasan kenakalan anak anak mereka, seorang istri Bali yang takut menghadapi kelahiran putrinya karena sang suami menuntut seorang bayi laki laki sebagai penerus marganya...

Masalah ada dimana mana, dan kini semakin kupahami, bukan hanya aku yang bermasalah, tidak hanya keluargaku yang bermasalah, ternyata semua orang dan tiap keluarga punya masalah dengan tidak melihat seberapa besar atau kecilnya masalah itu. Sekarang tergantung bagaimana kita menyikapi setiap masalah yang silih berganti datang dalam kehidupan kita, mencari solusi terbaik dan menambah kesadaran bahwa selama kita hidup masalah tetap akan ada, karena semua itu adalah bagian dan tanda bahwa kita hidup.

Senin, 17 Mei 2010

Nama : Amadeo Oracle


Awalnya karena pengalaman kesulitan mengisi data data pada formulir akibat nama yang tidak boleh disingkat tapi kolomnya terlalu sedikit, aku berpikir dan bertekad untuk memberi nama yang cukup singkat untuk anakku...kesepakatannya..tak lebih dari dua suku kata!!

Nama : Amadeo Oracle

Amadeo, diambil dari Amadeus Mozart seorang seniman musik klasik. Pengennya si Ekel nanti besarnya bisa main musik...minimal dia senang akan musik. Apalagi semasa hamil Ekel sepanjang harinya selalu diisi dengan mendengarkan musik klasik...nama ini sekaligus sebagai nama baptis.

Oracle, nama ini muncul pada hari hari terakhir sebelum kelahirannya, awalnya aku menyiapkan nama lain, tapi karena pada suatu malam ada mimpi yang datang dan mengatakan untuk menamai bayi yang akan lahir ini dengan nama Oracle.
Paginya begitu bangun tidur yang ada langsung mengambil kamus , dan ternyata arti dari " Oracle " ( menurut kamus ) adalah : sabda dewa, ramalan, jawaban yang sangat bijaksana, orang bijaksana, peramal.

Katanya apalah arti sebuah nama...tapi apapun itu, apapun nantinya..dia tetap akan menjadi Amadeo Oracle , seorang anak yang aku harapkan mampu mandiri dan berguna minimal untuk dirinya sendiri....

Minggu, 16 Mei 2010

Indah Pada Waktunya

Tahun kelima setelah menikah tahun 2000, aku belum mengalami tanda tanda kehamilan. Awalnya ini tidak menjadi suatu beban, selain keponakan yang sudah sampai ke angka kesebelasan, aku sendiri merasa masih menyenangkan untuk melakukan segala aktifitas berdua.

Pertimbangan masih hidup seadanya dan berusaha mencukupi kebutuhan yang hanya "berdua" di tanah rantau juga menjadi alasan.
Sesungguhnya aku tidak merencanakan untuk tidak hamil tetapi juga merencanakan untuk tidak segera hamil...semuanya alami.
Berpindah dari rumah kontrakan ke tempat kost yang hanya satu kamar, dapur yang terpisah jauh, kamar mandi yang kurang memadai, suami
'kerja' ikut orang, gaji yang harus diatur njlimet, cicilan sepeda motor, kebutuhan setiap hari cukup tinggi....

Dalam doa setiap malam penutup hariku aku selalu berdoa, Tuhan pasti lebih tau kapan saatnya aku akan hamil dan mempunyai seorang bayi.
Keyakinanku setinggi langit, nanti di saat aku lebih punya waktu, punya uang, punya kesempatan pasti Dia akan mengirimkannya untukku.

Akhir 2004, kehidupan kami mulai membaik, bisa menempati rumah kontrakan yang lebih besar daripada kamar kost, sudah bisa berbisnis furniture sendiri sekalipun belum besar, suami tidak lagi bekerja di 'orang Itali yang super pelit' , aku jauh lebih sehat dan lebih siap, punya sedikit tabungan serta kendaraan biar bayinya nanti tidak kehujanan...

Maret 2005, bersama dengan seorang rekan yang kebetulan juga sudah beberapa tahun belum hamil juga , aku mengikuti pengobatan alternatif tusuk jari dari seorang sinshe cina yang letaknya tidak jauh dari rumahku.
Pijatnya hanya di kedua kaki bagian bawah yang katanya tempat simpul simpul syaraf, itupun hanya kurang lebih 5 menit , hanya saja yang antri....luar biasa banyaknya, kita harus bersabar bahkan sering aku kebagian dipijat jam setengah dua belas malam.
Dalam seminggu aku dan suamiku pijat dua kali... (sebelum hamil pemijatan harus dilakukan suami & istri, karena belum tentu yang mengalami 'kelainan' si istri, begitu pesan si sinshe).

Niat, usaha dan doa berjalan seiring sejalan dan akhirnya segalanya terjawab, bulan Mei 2005 minggu kedua aku dinyatakan positif hamil, temanku juga positif hamil ( bahkan kini anaknya sudah 3 orang...mmhh....niat!!. ).
Pijat aku teruskan, dan tetap seminggu dua kali, sebelum hamil, selama hamil 9 bulan hingga besok paginya aku dioperasi caesar.
Dokter kandungan dan pemijatan sinshe tetap aku gabungkan, vitamin dari dokter dan pemeliharaan kesehatan dari sinshe.

Pemijatan itu memang benar benar bermanfaat (seperti dirasakan ibu ibu lain yang mengikuti pijat ini) , selama aku hamil tidak pernah pusing, muntah, mual, malas, tekanan darah stabil, posisi bayi tidak pernah turun, gerakan bayi sehat, air ketuban bening bukti bayi tidak stress.
Dan bukti yang lain adalah dokter mengatakan sesaat bayiku lahir bahwa ari ari bayiku sebagai persediaan makanan bayiku sangat besar seperti piring makan ukuran besar ( sampai tidak muat gendok tanah liat yang disediakan rumah sakit ) , masih ditambah dengan warnanya yang merah muda tanpa terlihat darah merah tua seperti darah mati...

Ekel sekarang sudah lima tahun, dan apa yang pernah diucapkan sinshenya ada benarnya, bahwa anak ini nanti akan menjadi anak yang fisiknya kuat, dengan tulang tulang yang juga kuat, anak yang sehat dan anak yang pandai.
Alasan dia mengatakan ini adalah dari awal kehamilan si bayi sudah mendapat asupan gizi yang cukup, bahkan dengan bukti ari-ari yang bagus dan besar berarti si bayi tidak sampai kekurangan makanan.

Benar atau tidaknya yang penting Ekel memang benar-benar sehat luar dalam, sebelum kehamilan semuanya sudah direncanakan, setelah kelahiran apalagi, dia mendapat dokter kandungan yang terbaik, sinshe yang hebat, dokter anak yang terkenal, melahirkan di rumah sakit dan kelas yang mewah, imunisasi komplit, susu yang baik, perhatian yang luar biasa...semuanya bisa kami sediakan karena memang Tuhan menepati janji untuk mengabulkan doaku untuk mengirimkannya jika memang benar-benar siap...memang pada waktu yang telah dijanjikanNya...

Mudah-mudahan perjalanan hidup Ekel juga selalu lancar seperti yang coba ditunjukkan ketika suamiku membawa ari-arinya untuk ditanam di rumah, perjalanan dari rumah sakit menuju rumah selama kurang lebih 20 menit, dan melewati 7 traffic light dengan tanpa diatur kecepatan mobilnya , tidak sampai berhenti sedetikpun....amien.

Sabtu, 15 Mei 2010

Akhir yang Damai...........

( Bersama Bapak & Ibu....ketika mereka masih sehat )


Waktu di rumah Malang, ketika menemani kedua orang tuaku yang opname ( Bapak : darah tinggi, usia 74 tahun & Ibu : infeksi lambung, usia 68 tahun ) , nggak sengaja aku menemukan sebuah buku kecil karya Sri Dhammananda, dan ini bagian dari tulisannya.....

" Akhir yang Damai "

Orang banyak diganggu bukan oleh kebendaan, tetapi oleh pikiran yang berhubungan dengan kebendaan. Sebagai contohnya adalah : kematian!!

Sebenarnya kematian itu sendiri bukanlah ukuran sesuatu yang luar biasa untuk ditakuti, perasaan takut mati itu bersarang dalam pikiran kita. Dan dengan ikhlas menerima semua penderitaan mungkin akan dapat membantu menghadapi semua kenyataan dan inilah yang dapat memecahkan "balon kebahagiaan" kita.

Kemelekatan pada kehidupan di atas bumi merangsang ketidakwajaran dan ketakutan akan kematian. Hal ini menyebabkan orang terlalu cemas akan kesehatannya, tak akan berani mengambil resiko sekalipun demi kebenaran. Ia hidup dalam ketakutan bahwa penyakit akan menghabisi hidupnya yang sangat kecil di sini. Dengan menyadari sepenuhnya bahwa kematian adalah sesuatu yang tak terelakkan bagi setiap mahluk yang hidup akan menyebabkan pecinta kehidupan duniawi mengharapkan dengan penuh gairah untuk meneruskan kehidupan rohnya di surga.

Tidak ada orang yang dapat berbahagia di dalam badai ketakutan dan harapan. Sulit untuk menghina dan tidak mengindahkan kenyataan ini dari naluri untuk melindungi diri.

Walaupun begitu, ada cara tertentu untuk mengatasinya. Yakni dengan melupakan keakuan dalam memberikan pelayanan terhadap orang lain, dan mengembangkan cinta kasih seseorang dari dalam ke luar. Dengan merasa senang dan asyik menolong orang lain maka kita akan melupakan ketidak sehatan kita sendiri, keterikatan akan keakuan dan harapan harapan, kebanggaan dan keadilan diri sendiri.

Semua orang menginginkan kematian yang damai setelah menyelesaikan masa hidupnya dengan kewajiban dan pertanggungjawabannya. Tetapi berapa banyakkah orang yang telah menyiapkan tanah untuk kejadian seperti itu? Berapa banyakkah orang yang tidak peduli akan kewajibannya atau mendapat kesulitan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap keluarga, saudara, teman, negara, bangsa dan agamanya? Jika seseorang meninggal dunia tanpa menyelesaikan kewajibannya tersebut, tentunya akan sulit bagi orang seperti itu untuk mengalami kematian yang damai.

Banyak orang yang takut pada jenazah, padahal sesungguhnya badan yang hidup jauh lebih berbahaya daripada badan yang mati. Lebih banyak orang yang dikalahkan dan ditakuti oleh badan hidup daripada oleh badan yang telah mati yang tidak lagi memiliki kesadaran.

Jika kita terpisah dari dunia ini tanpa menyelesaikan kewajiban kewajiban kita, maka kelahiran kita di dunia ini tidaklah bermanfaat, bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain. Jadi, laksanakanlah tugas dan kewajiban kita kemudian hadapilah kematian dengan gagah berani dan penuh kedamaian, maka pada suatu saat kita akan dapat mencapai keadaan tanpa kematian, dimana kita mendapatkan kebahagiaan yang abadi.

Nge-blog lagi............


Masalah yang datang dan pergi ikut mempengaruhi kegiatan nulis di blog lagi...sempat pulang ke Batu ( Malang ) karena bapak & ibu sakit. Saking banyaknya masalah sempat nggak Percaya Diri dan diliputi kecemasan berkepanjangan......

Ternyata :
Rahasia sebuah kebahagiaan adalah apa yang patut untuk dilakukan sekarang, bukan memikirkan dan mengkhawatirkan apa yang telah lalu dan yang akan datang.

Nyatanya :
Kita tidak dapat kembali ke masa silam dan mengubahnya, pun kita juga tidak dapat mendahului segala sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang. Namun ada suatu saat yang dapat kita kendalikan dengan penuh kesadaran yakni masa sekarang.

Mengapa banyak orang yang mencemaskan ketika memikirkan masa depannya? Karena sesungguhnya apabila kita telah bisa belajar untuk mengendalikan diri sesuai dengan kehidupan kita sehari hari, maka sebenarnya tidak ada alasan untuk merasa cemas. Apapun angan, impian, keinginan dan cita cita yang hidup dalam pikiran haruslah tetap untuk diingat bahwa kita hidup dalam dunia yang selalu berubah!!

Dan bagiku menulis bisa menjadi sarana mengeluarkan semua kegelisahan, pikiran, harapan dan apa yang ada di otakku agar aku tak lagi mengatakan : terlalu banyak obsesi, dalam otakku terlalu sering kuingkari hatiku yang....dalam sekali...

Berarti sekarang...waktunya nge-blog lagi................


Mengenang Waktu Kuliah Kerja Nyata...

( Bersama beberapa teman di posko KKN )

Termotivasi keinginan cepat lulus karena faktor biaya, akhirnya sampai juga pada kesempatan mengambil program Kuliah Kerja Nyata di semester delapan, sekalian penelitian untuk skripsi.

Awalnya sedikit ngeri, karena bagaimanapun juga selama aku di Bali sudah beberapa tahun hanya mengenal Bali di perkotaannya saja, seperti Denpasar tempat aku tinggal, kalaupun beberapa kali ke kabupaten lain itupun hanya di ibu kota kabupatennya saja yang nota bene wilayah yang paling rame daan 'meriah' dari suatu tempat.
Apalagi pengalaman Mas Bambang (kakak lelakiku) yang lebih dulu ber KKN ria semester sebelumnya yang mendapat tempat di wilayah Tabanan, sebuah kabupaten yang perekonomiannya bersandar pada pertanian...jadi ya tinggal nya di suatu desa di bawah kaki gunung Batukaru, jauh dari Denpasar, dingin, jalannya berkelok kelok dan licin..yang ada hanya sawah-sawah bahkan waktu itu mandinya di sungai...bukannya apa apa sih, cuman dengan kondisi fisik yang aku miliki aku sempat ragu juga..mampu nggak ya?

Ada penawaran dari seorang rekan yaang punya koneksi 'orang dalam' untuk meminta ditempatkan di lokasi tertentu dengan catatan nilai yang keluar nantinya tidak akan bisa maksimal. Lama aku berpikir tentang hal ini. Orang-orang terdekatku semua menganjurkan untuk mengambil kesempatan ini, tempat bisa memilih dalam artian masih dekat dengan Denpasar dan lokasi yang tidak terlalu sulit untuk dijangkau (waktu itu dianjurkan memilih Kabupaten Tabanan daripada Kabupaten Karangasem atau Bangli yang gersang dan jauh). Maklum dari dulu sampai sekarang kalau kita bicara tentang Kuliah Kerja Nyata ya kembali ke masyarakat. Kita membantu segala macam yang diperlukan di sana, dari sosialisasi, jadi juru penerangan, tenaga bahkan terkadang juga dana.

Last minute, akhirnya aku putuskan tidak mengambil pilihan itu, aku lebih memilih berdoa dan kemudian menyerahkan segala sesuatunya kepadaNya. Aku lebih nyaman dan merasa tenang dengan menyerahkan sepenuhnya hidupku padaNya...istilahnya pasrah total dalam doa....

Percaya nggak apa yang terjadi? Tuhan benar-benar menunjukkan kuasaNya dan mendengar doaku yang sudah menyerahkan segalanya. Papan pengumuman mencantumkan namaku bersama 9 orang dari fakultas yang berbeda, dengan lokasi penempatan di Kelurahan Kuta, Kecamatan Kuta.....ya...aku ditempatkan di kota internasional....

Namanya saja KKN di kota internasional, lurahnya modern banget, kita ditempatkan di 2 cottages ( pisah antara putra/putri), dengan layanan service 24 hours baik itu makanan, minuman,full ac, laundry, delivery service..semuanya..
Pekerjaan pun nggak banyak, hanya membantu membereska administrasi dan papan tulisan karena akan ada lomba desa. Mencari sponsor untuk membuat taman kecil di beberapa tempat serta tong sampahnya. Selain itu 'pekerjaan kita' mengikuti acaranya Pak Lurah yang sering keliling ngontrol keamanan dan situasi kawasan Kuta. Dari restoran, hotel, pantai bahkan diskotik atau pub, alhasil 2 bulan di Kuta aku terkena batuk berat.

Sebelum kembali ke kampus, dengan senang hati Pak Lurah memberikan nilai A sama kita-kita..wah komplit sudah semuanya. Yang jelas pulang dapat tabungan, pengalaman, teman, kenalan, nilai A dan penambahan berat badan.
Dan kini aku selalu merasa lebih baik menyerahkan semuanya kepada Tuhan...semuanya tanpa titik, koma..apalagi tanda tanya..











Males Jadi PNS..Males Kerja di Orang....( Maunya Apa Lho? )

Terlahir dari Bapak dan Ibu yang pegawai negeri , setiap hari melihat rutinitas dan terbiasa dengan kebiasaan mereka. Menjalani hari demi hari dengan totalitas dan penuh kesabaran. Mulai jam setengah tujuh pagi sampai jam 5 sore. Pulang ke rumah mereka tampak dalam keadaan lelah dan tak bertenaga lagi, mana pekerjaan di rumah masih menumpuk.

Sekarang sudah hampir 10 tahun mereka berdua menjalani masa pensiun, katanya masa istirahat, karena tidak bekerja tapi tetap digaji. Ini adalah bentuk reward dari pemerintah setelah hampir 40 tahunan mereka bekerja tanpa henti ( bagiku ini namanya pengabdian ) dan dengan pendapatan "dimasanya" yang terbilang tidak terlalu besar.

Melihat mereka sekarang dalam status 'pensiunan' memang menenangkan, mereka mampu mencukupi kebutuhan mereka dan mempunyai tabungan sendiri, mereka mempunyai asuransi kesehatan apabila sakit..(bukan berati aku sebagai anak lepas tangan jika mereka dalam 'kesulitan' ,apapun itu bentuknya, seberapa besar atau kecil bentuk ataupun nominalnya).Tapi mengingat perjuangan yang harus dilalui sebelum masa pensiun atau masa mereka berdinas , aku tidak merasa sanggup menjalaninya bahkan membayangkannya pun tidak. Aku bukan tipe yang suka dengan rutinitas. Aku lebih suka dengan tantangan dari pada sesuatu yang serba monoton.

Lagi pula, di negeriku ini, 'kaumku' tidak mendapat tempat sebagai PNS karena di setiap persyaratan yang dikeluarkan hanya untuk 'orang yang berbadan sehat' . Padahal menurutku yang jauh lebih diperlukan adalah 'orang berotak sehat'.
Jadi ya lebih baguslah aku tidak boleh jadi PNS oleh bangsaku, disarankan untuk tidak jadi PNS oleh orang tuaku dan aku juga tidak berminat menjadi PNS...klop sudah.

Semester akhir waktu kuliah, sempat magang sesuai bidang keilmuan, setelah lulus sempat bekerja masih di bidang yang sama..ternyata nggak betah. Sempat pulang, bekerja Malang di sebuah kantor pengembang perumahan....lanjut di Surabaya ( satu owner ), di salah satu kantor supplier sebagai pembelian import...lumayan...
Lama lama bosen juga, kerja jadi nggak bersemangat...ya itu tadi nine to five..monoton !!!

Diskusi sama orang tua...pertanyaan mereka adalah : lha kamu mau kerja apa ??? Jadi PNS nggak mau..kerja di orang nggak mau juga...lha terus piye...???

[ Mode : bingung !!! ]

Menjadi Sarjana....( Haruskah ?? )

( Udayana, tahun 1993 )


Waktu masih kecil aku sering ditanya, pengen jadi apa kelak besar nanti? Sama ketika mengisi buku kenangan pada masa-masa Sekolah Dasar menjelang perpisahan..jawabanku tidak berubah : jadi sarjana hukum.
Keinginan ini kupegang begitu kuat hingga saat penjurusan di SMA, aku lebih memilih jurusan sosial ( lagian aku nyadar nggak bisa matematika...he..he.. ).
Begitu lulus dari SMA , aku dengan pastinya memilih fakultas hukum, karena pengen mandiri aku memilih hijrah ke Bali, dan Tuhan pun berkehendak atas doaku..jadilah aku anak Batu yang pindah ke Bali.

Diterima di universitas negeri sedikit melegakan orang tuaku, mengingat kedua kakakku juga sedang banyak banyaknya biaya di perguruan tinggi.
Universitas Udayana saat registrasi ulang , aku masih di uji lagi, saat pemeriksaan kesehatan aku diberikan catatan, besok mesti kembali lagi tapi langsung menghadap ke Pembantu Rektor III ( bidang kemahasiswaan ).
Semalaman bertanya tanya kenapa , ada apa, paginya akhirnya terjawab, ditemani bapak yang pagi harinya sudah datang dari Malang..ternyata karena kondisi fisikku aku 'diragukan' untuk mampu melanjutkan kuliahku...aku disuruh berjalan di depan 'beliau' ( yang bagiku merupakan ujian kesabaranku besar besaran), dan akhirnya beliau mengijinkan, tetapi aku sendiri tidak tau atas dasar apa beliau mengijinkan aku untuk tetap lanjut, aku memang mampu atau karena kasihan.
Tapi aku sempat membela diri, kalau memang orang dengan kondisi seperti aku nantinya tidak diijinkan masuk atau diterima mending pada saat pendaftaran sipenmaru di buku panduannya di tulis, "tidak diijinkan bagi orang cacat", jangan kita sudah berusaha tinggal cari ilmunya saja dipersulit.
Bukannya aku dibiarkan mencari ilmu sebanyak banyaknya dengan caraku sendiri malah ini kesannya seperti dipersulit.

Berbarengan dengan aku menghadap 'anak anak bermasalah' lain, seperti seorang teman yang tingginya kurang 1 cm tidak diterima di fakultaas keguruan, juga ada seorang anak buta warna tidak diijinkan untuk masuk di fakultas sastra ( apa hubungannya ya..kalau buta warna sama sastra?...seperti aku mungkin kalau aku di fakultas tehnik atau fakultas yang membutuhkan fisik lebih kuat aku bisa ngerti kalau ditolak dan dari awal pun aku nggak akan gila untuk memilih jurusan yang aku sendiri nggak akan mampu....aneh!!! )

Dengan penuh semangat dan kerja keras akhirnya bisa juga aku lulus berbarengan dengan Mas Bambang ( fakultas pertanian ) yang dua tahun di atasku.
Keinginan melanjutkan menjadi notaris terganjal faktor biaya dan kesempatan. Sempat magang tapi sering terbentur oleh perasaan, jadi pembela membela yang salah..wah kok jadi repot ya...magang di notaris boss aja yang tambah kaya...

Setelah sekian lama, bertemu kembali dengan rekan rekan se angkatan ternyata banyak juga yang bekerja tidak sesuai di bidang ranah hukum seperti aku.
Dan semakin aku pikir dan telaah, berbicara dengan banyak orang, aku bisa menarik kesimpulan , minimal untuk diriku sendiri, entah orang lain..

Bahwa, menjadi sarjana atau lebih tinggi stratanya dari S1, adalah perlu dan tetap penting, kuliah tetap penting,mencari ilmu semakin banyak dan semakin tinggi adalah penting sekalipun banyak yang mengatakan "buat apa jadi sarjana" nanti juga nganggur".. inti dari semuanya menurutku bukanlah itu.

Aku sarjana hukum, salah satu keinginanku tercapai, aku membuat orang tuaku bangga karena aku telah dibiayainya dengan perjuangan yang luar biasa.Kalau aku sekarang tidak bekerja sebagai ahli hukum tetapi minimal dalam hidupku aku nggak buta hukum, dan yang lebih penting ternyata hikmah, makna atau manfaat lebih tepatnya dari orang yang merasakan 'kuliah' adalah
wawasan dan cara berpikir yang berbeda, karena terbiasa menganalisa membuat setiap pemikiran dan ucapan dapat lebih terkonsep dengan baik dan tertata..sementara itu ijazah atau wisuda hanyalah klimaks dari semuanya.


Tuka, Desa Katolik Pertama di Bali

Bali dikenal sebagai salah satu provinsi yang mayoritas warga/penduduknya beragama Hindu Bali , yang tidak sama dengan agama Hindu yang ada di India misalnya. Dari ratusan desa hindu di Bali, terdapat beberapa desa yang mayoritas warganya beragama muslim seperti di Pemogan atau di Tuka yang mayoritas warganya beragama Katolik. Tepatnya di Desa Tuka Kabupaten Badung, 10 km dari arah Denpasar ( dan kebetulan hanya sekitar 300 meter dari rumahku ).

Dimulai tahun 1937 ketika 2 orang ( Bapak Rosa dan Bapak Regig ) setelah mendapat bimbingan dari seorang misionaris Belanda dibaptis menjadi orang katolik dan menjadi perintis penyebaran agama Katolik di desa ini dan desa desa sekitarnya.

Begitu lekat dan damainya penyebaran agama yang berlandaskan ajaran kasih sayang ini bisa dilihat hingga sekarang bahwa adat, budaya, bahasa, kebiasaan dan kultur sebagai satu kesatuan yang tak terpisah dan saling melengkapi. Saat Natal atau Paskah di setiap depan pagar juga terpasang penjor ( seperti nampak pada saat Galungan & Kuningan umat Hindu memasangnya sebagai sarana upacara dan tradisi ).

Tidak hanya memasang penjor, warga Desa Tuka yang akan merayakan Natal juga mempersiapkan gebogan ( sesajen yang dibuat tinggi menjulang berisi aneka macam buah dan kue ) di altar gereja, gebogan ini juga mirip dengan yang dibuat oleh umat Hindu untuk "ngaturang" pada waktu hari raya mereka.

Berawal dari 2 orang, kini menurut data sudah sekitar 2200 warga Desa Tuka yang memeluk agama Katolik. Yang nggak kalah unik adalah nama nama mereka yang memiliki kolaborasi antara nama "impor" [ baca : nama baptis ] dengan nama Bali , misalnya Antonius Nyoman Bagiarsa, Monica Ketut Darmini atau Rafael Wayan Suta.

Ciri khas lain yang unik adalah pemandangan yang tampak pada saat perayaan ekaristi malam Natal, karena hampir seluruh umat yang datang dan mengikuti misa mengenakan pakaian adat Bali, kamen plus udengnya seperti yang dipakai umat Hindu saat bersembahyang di Pura.

Dan diyakini ini adalah sebuah bentuk penghargaan dan penghormatan akan tradisi Budaya Bali sebagi leluhur mereka. Jadi kalau semuanya berjalan seiring, berdampingan damai segalanya lebih indah bukan ??

Senin, 03 Mei 2010

Melepas Kepergian

Ki-ka : Alm. Dionisius Setyobudi (kakak ipar, B : 18 Oct 1962 D : 18 March 2008), Agustinus Bambang Wijayanto (kakak kedua), Almh. Agnes Maria Bayu Putri Hardini (kakak pertama, B : 18 April 1965 D : 8 Jan 1989 )

Kematian kata Ebiet G. Ade adalah hanya tidur panjang. Dia bisa datang kapan saja dan datang pada siapa saja , dan semua orang juga tau bahwa kita tak bisa menolaknya.
Beragam cara bagi orang orang untuk meluapkan kesedihan saat ditinggal untuk selama lamanya orang yang kita kenal, terlebih bila yang pergi adalah orang terdekat kita.

Satu kenangan dalam hidupku atas kematian adalah ketika kakak pertamaku meninggal dunia di usia hampir 24 tahun.
Liburan semester pertama dua minggu setelah ujian berakhir. Aku pulang dengan segenap kegembiraan membayangkan akan bertemu dengan bapak ibu, kakak dan keponakanku.

Perjalanan Denpasar Batu sekitar 9 jam terobati ketika kaki menginjak rumah. Tumben juga melihat rumah sudah dalam keadaan terang benderang pada pukul 4 pagi. Yang tampak pertama malah tanteku yang tinggal di Bojonegoro. Aku sepertinya sudah mencium ketidak beresan akan sesuatu.

Bapak dan Ibu memintaku duduk sebelum aku melangkah ke ruang dalam. Dan di pagi hari itu aku menerima kabar kalau kakakku yang pertama ( kami bertiga ) telah berpulang 2 minggu yang lalu. Bapak sempat meminta maaf dan pengertian padaku kenapa aku terlambat diberitahu. Kakakku meninggal pada hari Minggu ( 8 Januari 1989 ) dan dimakamkan pada hari Seninnya, dimana pada hari Senin yang sama aku harus mengikuti ujian semester satu. Sekalipun ditentang hampir semua keluarga Bapakku tetap pendirian bahwa aku tidak perlu hadir dipemakaman kakakku. Kata beliau 'anakku yang sudah meninggal biarlah pergi dengan tenang dan anakku yang masih hidup biarlah menyambut masa depannya'.

Sesaat ada emosi dan sesal atas berpulangnya kakakku dan tidak dilibatkannya aku saat menghantarkannya ke peristirahatannya yang terakhir. Tetapi akhirnya aku menyadari segala sesuatunya sudah menjadi kehendak Tuhan. Pasti ini adalah jalan terbaik baginya setelah setahun belakangan dia harus melawan leukimia.

Pertemuan terakhir dengan kakakku satu bulan sebelum dia pergi, dia opname di RKZ dengan alasan anemia ( hingga meninggalnya dia tak tau kalau ternyata dia mengidap leukimia ). Aku tiba di Malang dari terminal langsung menuju rumah sakit dan seharian bersamanya. Sorenya aku sudah kembali lagi ke Bali. Entah petunjuk atau apalah..saat berpamitan kakakku menatapku laaamaa sekali dan dalam dalam, sementara perjalananku ke Bali diwarnai ban pecah hingga 3 kali ( yang menurut sopirnya kejadian yang tidak biasa ).

Tahun ini sudah 21 tahun dia pergi. Tetapi dia tetap hidup di hatiku, apalagi anaknya sudah 2 tahun (setelah papanya juga meninggal) kini tinggal bersamaku.
Hanya doa dan kenangan manis saat dia masih ada yang ada di ingatanku. Mengingatnya semasa hidup dan kini melepas kepergiannya dengan caraku sendiri dalam damai serta keyakinan dia telah hidup berbahagia bersama Dia di surga...