Seumur hidupku, baru saat ini aku merasa "sungguh-sungguh" dikejar waktu. Kalau nyelesein orderan kue atau pengiriman bed cover atau date line artikel sudah biasa...semua seperti save by the bell-lah...paaaassss aja waktunya. Berharap mudah-mudahan kali ini juga sama,
Kali ini dikejar waktu saat kepergian bapak. Jam setengah sebelas dapat kabar bapak 'pergi', langsung packing dan nyari sopir tambahan. bawaan untuk dewasa nggak banyak, tapi punya Ekel yang nggak bisa sedikit. Dari baju, buku, bantal, susu, mainan kesayangan sampai kura-kura semua wajib dibawa (untung nggak minta bawa sepeda pancal). Nggak dapat-dapat sopir tambahan akhirnya langsung berangkat dari Denpasar menuju Gilimanuk , jarak yang seharusnya ditempuh 3 jam karena hujan jadi molor 3,5 jam.
Menunggu giliran masuk ferry sampai keluar lagi seperti ngerasa barusan naik kura-kura.
Mendarat di tanah Jawa, semula perjalanan lancar, hingga masuk di alas roban, hujan seperti dituang dari langit, petir berkilat dimana-mana. Sopir sudah mengeluh ngantuk dan capek. Keponakan sudah mabuk di kursi belakang. Ekel tidur jungkir balik. Tepat subuh.
Sampai juga di Pasir Putih, 'sopir pribadi' demo minta berhenti karena saking ngantuknya, daripada terjadi sesuatu kita memilih berhenti sekitar satu jam.
Hari sudah benderang ketika perjalanan berlanjut.
Sementara aroma kedukaan sudah mulai tercium dari jarak 4 jam perjalanan pulang sampai ke Batu. Beberapa teman dan saudara bergantian telepon bersimpati atas kepergian bapak.
Belum sarapan kita berhenti di Nguling, makan rawon. Memasuki Probolinggo masalah lain mulai muncul...baru kita menyadari bahwa tepat hari itu tanggal 31 Desember jadi orang-orang sudah banyak yang bersiap menghabiskan tahun baru.
Baru sadar juga ketika jam sebelas mulai di daerah Pasuruan banyak warga muslim yang bersiap untuk jumat'an karena memang pas hari Jumat.
Pasuruan - Karanglo, perjalanan paling panjang dan paling melelahkan. Sebentar-sebentar telepon berbunyi dari kakakku untuk update berita aku sampai dimana. Suasana hatiku naik turun. Pada saat jalanan sepi dan kita bisa menambah kecepatan , hatiku senang sekali...dan saat jalanan macet tanpa terasa air mataku turun.
Akhirnya di Singosari aku telelpon kakakku, diberangkatkan saja bapak, jangan nunggu aku lagi , kasihan..perjalanannya jadi terganggu karena aku.. ( walaupun sebenarnya dalam hati kecilku sungguh berharap perjalanan panjang dan melelahkan ini tidak sia-sia...melihat bapak untuk terakhir kalinya...).
Ternyata Romo Agis sudah memimpin pemberkatan jenazah, dan Puji Tuhan , doa ku didengarNya..., aku masih punya waktu 10 menit sebelum peti ditutup..menatap wajah tenang & ikhlas bapak di pembaringannya.
Dan itu 10 menit tercepat yang pernah ada bagiku..tersadar ketika tiba-tiba romo mengatakan saatnya mengucapkan perpisahan bagi bapak.
" Selamat Jalan bapak, Yesus sudah menunggu "
Ya namanya resiko , tinggal berjauhan dengan orang tua, dan itu memang pilihan. Tapi tak mengapa, aku tau waktunya memang sekarang untuk Bapak harus pergi...sekarang atau nanti kalau untuk yang ini kita memang tidak bisa memilih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar