
Salah satu misteri kehidupan manusia adalah misteri penderitaan. Berulang kali aku bertanya, "Mengapa aku harus mengalami ini?" , "Mengapa ada penyakit?" , "Mengapa aku cacat?" , "Mengapa orang itu mati?" , "Mengapa aku harus memikul kekecewaan ini?" , ada sakit di dalam tubuh kita, sakit di dalam pikiran kita dan sakit di dalam hati kita. Mengapa harus demikian??
Menurutku kita dapat mengerti penderitaan di dalam hidup dan mengubahnya menjadi energi yang positif jika kita dapat melihat 2 fakta , yakni :
Pertama, setiap fakta merupakan kemungkinan memperoleh berkat dan juga kemungkinan memperoleh penderitaan. Misalkan aku belikan anakku sepeda, pasti dalam proses belajar bersepeda dia akan beberapa kali terjatuh,kesakitan dan menangis, jelas itu bukan keinginanku. Apakah itu berarti bahwa aku yang menyebabkan penderitaannya, padahal dengan membelikannya sepeda aku justru ingin membahagiakannya. Dan bukankah penderitaan dalam hidup merupakan harga yang harus kita bayar agar kita dapat digolongkan dalam keluarga manusia.
Kedua, mencari tau dengan benar siapa diri kita, menyadari dengan teliti seperti apa kita ini. Ini adalah sebuah pengalaman pribadi yang belum pernah aku share sebelumnya. Penyakit Polio atau Poliomeilitis telah menjadi temanku sejak usia 1,5 tahun. Penyakit yang ditularkan oleh virus ini masuk melalui tubuh manusia yang kemudian menginfeksi saluran usus. Virus kemudian memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem syaraf pusat menyebabkan otot lemah dan kelumpuhan. Dan sedihnya penyakit ini "tidak bisa disembuhkan".
Dulunya aku pernah pada fase tidak tau diriku yang sebenarnya, semuanya seperti masih tampak wajar dan normal , naik pohon, naik genteng,berenang, menari, naik panggung menyanyi, punya pacar.......pokoknya nggak sadar diri, itupun karena lingkungan mendukung ( nggak ada yang komplain atau semua pada segan ngomong jujur tentang keadaanku ). Semuanya berubah ketika usiaku hampir 17 tahun, ketika aku meminta berhenti untuk terapi. Awalnya sungguh menyakitkan menyadarinya. Aku berubah jadi pemalu, tertutup, menekan kesedihan, bahkan menangis sampai capek, toh semuanya nggak berubah. Ujung-ujungnya yang bisa aku lakukan hanya berdoa ( klise!! ), tapi akhirnya aku menyadari Tuhan menjawab doaku bukan dengan menghilangkan penyakitku tetapi memberi kekuatan yang lebih untuk memikulnya.
Waktu menempaku dan menjadikan aku lebih keras memaksa diri sendiri untuk lebih PD, lebih tenang, lebih ikhlas dipelototin orang, lebih ikhlas menerima iba orang lain...aku biarkan diriku 'dibantai' oleh kenyataan, aku memutuskan melanjutkan pendidikan di tempat yang jauh dari orang tua biar lebih mandiri, berupaya membiayai pendidikanku sendiri ( sok jadi penulis.. ) hingga akhirnya aku sampai pada titik bahwa sakit yang Tuhan beri padaku tidaklah sepadan dengan berkat dan karuniaNya yang lain.
Ini aku yang sekarang, penderita polio, pendidikan nggak jelek-jelek banget, bisa berkeluarga, bisa menjadi seorang ibu, bisa punya bisnis sendiri walaupun dalam skala kecil. Bukan bermaksud sombong kalau aku bilang aku lebih mandiri sekarang. Bukan pula bermaksud mengecilkan orang lain yang terkena polio, bahwa sebenarnya kita nggak perlu kok minder, begini saja mikirnya : belum tentu orang yang sehat bisa mikir dan bertindak seperti kita. Kalau minder kita sendiri yang rugi, kita jadi tidak bisa menikmati hidup, kita jadi kuper. Seandainya....ini ngomong 'seandainya' ada orang, teman, atau pihak lain yang nggak mau dekat atau berteman dengan kita...ya sudah biarin...cuek aja lagi!! Kan lebih mudah mencari teman dibanding mencari musuh...
Kayaknya memang mudah ngomong aja ya, tapi aku pernah mengalaminya lho...jadi harus percaya!!
Sekarang bagiku yang penting melanjutkan hidup, 'mewarnai' hidup, percaya diri, mandiri, biar Tuhan bangga melihatku..........
Menurutku kita dapat mengerti penderitaan di dalam hidup dan mengubahnya menjadi energi yang positif jika kita dapat melihat 2 fakta , yakni :
Pertama, setiap fakta merupakan kemungkinan memperoleh berkat dan juga kemungkinan memperoleh penderitaan. Misalkan aku belikan anakku sepeda, pasti dalam proses belajar bersepeda dia akan beberapa kali terjatuh,kesakitan dan menangis, jelas itu bukan keinginanku. Apakah itu berarti bahwa aku yang menyebabkan penderitaannya, padahal dengan membelikannya sepeda aku justru ingin membahagiakannya. Dan bukankah penderitaan dalam hidup merupakan harga yang harus kita bayar agar kita dapat digolongkan dalam keluarga manusia.
Kedua, mencari tau dengan benar siapa diri kita, menyadari dengan teliti seperti apa kita ini. Ini adalah sebuah pengalaman pribadi yang belum pernah aku share sebelumnya. Penyakit Polio atau Poliomeilitis telah menjadi temanku sejak usia 1,5 tahun. Penyakit yang ditularkan oleh virus ini masuk melalui tubuh manusia yang kemudian menginfeksi saluran usus. Virus kemudian memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem syaraf pusat menyebabkan otot lemah dan kelumpuhan. Dan sedihnya penyakit ini "tidak bisa disembuhkan".
Dulunya aku pernah pada fase tidak tau diriku yang sebenarnya, semuanya seperti masih tampak wajar dan normal , naik pohon, naik genteng,berenang, menari, naik panggung menyanyi, punya pacar.......pokoknya nggak sadar diri, itupun karena lingkungan mendukung ( nggak ada yang komplain atau semua pada segan ngomong jujur tentang keadaanku ). Semuanya berubah ketika usiaku hampir 17 tahun, ketika aku meminta berhenti untuk terapi. Awalnya sungguh menyakitkan menyadarinya. Aku berubah jadi pemalu, tertutup, menekan kesedihan, bahkan menangis sampai capek, toh semuanya nggak berubah. Ujung-ujungnya yang bisa aku lakukan hanya berdoa ( klise!! ), tapi akhirnya aku menyadari Tuhan menjawab doaku bukan dengan menghilangkan penyakitku tetapi memberi kekuatan yang lebih untuk memikulnya.
Waktu menempaku dan menjadikan aku lebih keras memaksa diri sendiri untuk lebih PD, lebih tenang, lebih ikhlas dipelototin orang, lebih ikhlas menerima iba orang lain...aku biarkan diriku 'dibantai' oleh kenyataan, aku memutuskan melanjutkan pendidikan di tempat yang jauh dari orang tua biar lebih mandiri, berupaya membiayai pendidikanku sendiri ( sok jadi penulis.. ) hingga akhirnya aku sampai pada titik bahwa sakit yang Tuhan beri padaku tidaklah sepadan dengan berkat dan karuniaNya yang lain.
Ini aku yang sekarang, penderita polio, pendidikan nggak jelek-jelek banget, bisa berkeluarga, bisa menjadi seorang ibu, bisa punya bisnis sendiri walaupun dalam skala kecil. Bukan bermaksud sombong kalau aku bilang aku lebih mandiri sekarang. Bukan pula bermaksud mengecilkan orang lain yang terkena polio, bahwa sebenarnya kita nggak perlu kok minder, begini saja mikirnya : belum tentu orang yang sehat bisa mikir dan bertindak seperti kita. Kalau minder kita sendiri yang rugi, kita jadi tidak bisa menikmati hidup, kita jadi kuper. Seandainya....ini ngomong 'seandainya' ada orang, teman, atau pihak lain yang nggak mau dekat atau berteman dengan kita...ya sudah biarin...cuek aja lagi!! Kan lebih mudah mencari teman dibanding mencari musuh...
Kayaknya memang mudah ngomong aja ya, tapi aku pernah mengalaminya lho...jadi harus percaya!!
Sekarang bagiku yang penting melanjutkan hidup, 'mewarnai' hidup, percaya diri, mandiri, biar Tuhan bangga melihatku..........
1 komentar:
Terima kasih Tuhan engkau telah kasih saya temat yang luar biasa, sejak saya ketemu dia di Gugus 1 Juni 1988, kami satu kampus dan saya selalu menjadikannya inspirasi bila mana saya merasa putus asa menjalani hidup yang kala itu saya seringkali mengalami kesulitan terutam pada biaya kuliah, dan biaya hidup di Denpasar. Saat ini saya tetap merasa berbahagia ya Tuhan atas karuniaMu padaku dengan memberikan Sahabat yang demikian semangat dalam menjalani hidup dan mengisi hidupnya dengan segala keterbatasan. Semoga kami dalam lindungan dan karuniamu senantiasa Hidup bahagia dan berumur panjang, sehingga kami dapat mengisi hidup bagi orang-orang yang membutuhkan pengalaman dan kehidupan kami sebagai ispirasi-inspirasi positif untuk orang lain yang senasib.
Temukan Kata-kata Inspiratif di http://www.kata2inspiratif.co.nr
Posting Komentar